Pantang terima pemberian karena Jabatan

Juni 2021

Admin Web
Odoo Members

PANTANG TERIMA PEMBERIAN KARENA JABATAN

Konon menjadi polisi sudah menjadi cita-cita masa kecil Hoegeng Iman Santoso. Itu antara lain karena ia sangat terkesan oleh sosok Ating Natadikusumah yang kala itu menjabat Kepala Jabatan Kepolisian Karesidenan Pekalongan. Di mata Hoegeng, Ating yang gagah, suka menolong, dan banyak teman adalah sosok yang pantas dijadikan teladan.
Kariernya dijalani secara bertahap. Hoegeng pada awalnya menjadi agen polisi, lalu 
menjabat Kapolsek Jomblang,Semarang, pada 1945. Selanjutnya, ia menjabat Kepala Dinas Pengawasan Keamanan Negara (DPKN) Surabaya (1952–1955), Kepala Reskrim Sumatera Utara (1955–1959), Deputi Operasi Menteri Muda Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak) pada 1967–1968, hingga akhirnya diangkat sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia pada 1968–1971.
Di samping di jalur kepolisian, Hoegeng yang meninggal di Jakarta pada 14 Juli 2004 juga sempat menjadi kepala Jawatan Imigrasi RI (1960– 1965) dan Menteri Iuar Negara RI (1966–1967).
“Apa hubungannya toko kembang dengan jabatan kepala jawatan imigrasi?” Itulah protes yang dilontarkan Merry Roeslani, istri Jenderal Hoegeng Iman Santoso yang lantas menjadi Kapolri, ketika diminta sang suami menutup toko kembang milik mereka, hanya satu hari jelang pelantikan sebagai kepala jawatan imigrasi.
Ibu Merry tak habis pikir dengan permintaan suaminya itu karena toko kembang tersebut adalah salah satu sumber penghasilan tambahan mereka. Hoegeng menjawab tegas, “Nanti semua orang yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya.” Rupa-rupanya, Hoegeng takut toko bunga itu menjadi beban bagi dirinya dalam menjalankan tugasnya. Dia tak ingin orang-orang membeli kembang di toko itu hanya karena melihat jabatan yang diembannya.
Hoegeng Iman Santosa dan keluarganya mendapat sebuah kejutan besar ketika diangkat sebagai Kepala Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Sumatera Utara pada 1956. Sempat berdiam di Hotel De Boer selama beberapa waktu karena rumah dinas masih dihuni pejabat lama, Hoegeng terkejut bukan kepalang saat tiba giliran menempati rumah itu. Rumah dinas itu dipenuhi oleh barang-barang mewah.
Hoegeng tak bisa menerima hal itu. Ia dan keluarganya berkeras tetap tinggal di hotel jika barang-barang mewah itu masih ada di sana. Mereka baru akan pindah bila rumah tersebut hanya diisi oleh barang-barang inventaris kantor. Pada akhirnya, Hoegeng dan keluarganya mengeluarkan semua barang mewah itu ke tepi jalan.
Bagi Hoegeng, keberadaan barang-barang mewah itu sangat mencurigakan. Pasalnya, mereka belum mengenal siapa pun di tempat baru tersebut. Belakangan diketahui, barang- barang itu berasal dari bandar judi yang hendak menyuapnya.
                                                                                                                                                                             Sumber : bdkbanjarmasin.kemenag.go.id